Blog ini dimaksudkan untuk saling berbagi...Oleh karena itu kontennya diambil dari blog-blog lain dengan mencantumkan asal sumber berbagi itu ... Dan sebagian berasal dari tulisan pribadi...Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya...dan kepada pemilik blog yang dikutif atau diadopsi isi blognya diucapkan banyak terima kasih ....
Rabu, 09 Februari 2022
Syekh Abdur Rauf Singkili dan Syekh Muhammad Arsyad al Banjari
Syekh Abdur Rauf Singkili dan Syekh Muhammad Arsyad al Banjari
A. Syekh Abdur Rauf Singkili
1. Biografi
Syekh Abdur Rauf Singkili merupakan seorang ulama, penyair, budayawan, ulama besar, pengarang tafsir, ahli hukum, cendikiawan muslim dan seorang Sufi Melayu dari Fansur, Singkel, di wilayah pantai barat-laut Aceh. Nama lengkapnya Abd Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri as-Sinkili. Tak ditemukan keterangan yang pasti tentang tahun kelahirannya. Hanya saja, mengikuti perhitungan mundur Rinkes, sebagaimana disinggung Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama, as-Sinkili lahir sekitar tahun 1024/1615. Oleh sejumlah besar sejarawan, tahun ini disepakati sebagai tahun kelahirannya.
Nenek moyang As-Sinkili berasal dari Persia yang datang ke Kesultanan Samudera Pasai pada akhir abad ke-13. Mereka kemudian menetap di Fansur (Barus) sebuah kota pelabuhan tua yang penting di Sumatera Barat. Sayang, latar belakang keluarga as-Sinkili tidak terekam secara jelas. Informasi yang cukup membantu disodorkan Peunoh Daly dalam Naskah Mi’ratut Thullab karya Abdurrauf Singkel adalah bahwa ayah as-Sinkili berasal dari Arab yang menikahi seorang wanita dari Fansur. Hal ini amat mungkin, sebab waktu itu Samudera Pasai dan Fansur kerap dikunjungi pedagang dari Cina, India, Yahudi, Persia, dan Arab.
2. Pendidikan
Pendidikan As-Sinkili di masa kecil ditangani oleh ayahnya-seorang alim yang mendirikan madrasah dengan murid-murid berasal dari pelbagai tempat di Kesultanan Aceh. Ia lantas pergi ke Banda Aceh untuk berguru kepada Syam ad-Din as-Samartrani. Pada tahun 1052/1642, as-Sinkili mengembara ke Tanah Haram untuk menambah pengetahuan agama sekaligus menunaikan ibadah haji.
Dalam perjalanannya, As-Sinkili singgah di beberapa tempat. Mulai dari Doha, Qatar, ia belajar kepada Abd al-Qadir al-Mawrir. Lalu ke Baitul Faqih, Yaman, berguru kepada ulama dari keluarga Jam’an seperti Ibrahim bin Muhammad bin Jam’an, Ibrahim bin Abdullah bin Jam’an, Qadi Ishaq bin Abdullah bin Jam’an.
Setelah dari Baitul Faqih, As-Sinkili ke Jeddah dan berguru kepada Abd al-Qadir al-Barkhali. Kemudian ia ke Mekkah dan belajar kepada Badr ad-Din al-Lahuri dan Abdullah al-Lahuri. Terakhir ke Madinah, berguru kepada Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani.
Dalam pengembaraan ini, As-Sinkili memakan waktu kurang lebih selama 19 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, ia belajar agama kepada tak kurang dari 19 guru, 27 ulama masyhur, dan 15 tokoh sufi kenamaan. Dari sejumlah gurunya, tampaknya yang paling berpengaruh adalah Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani.
Pada sekitar tahun 1584/1661 As-Sinkili kembali ke Aceh. Dalam waktu singkat kharisma As-Sinkili menguat dan mampu memagut simpati Sultanah Safiyyatuddin yang memerintah Kesultanan Aceh ketika itu, tahun 1645-1675). As-Sinkili kemudian diangkat sebagai Qâdi Mâlik al-‘Âdil atau mufti yang betanggung jawab atas masalah-masalah keagamaan. Hingga pada tahun 1693, ia wafat dan dikebumikan di samping makam Teungku Anjong yang dianggap paling keramat di Aceh.
3. Karya tulis
As-Sinkili merupakan ulama yang sangat produktif. Tidak kurang dari 30 kitab dari pelbagai disiplin ilmu telah dihasilkan. Karya tulisnya yang diketahui lebih kurang dua puluh buah dalam berbagai bidang ilmu-sastra, hukum, filsafat, dan tafsir, antara lain;
a. ‘Umdat al-Muhtajin ila suluki Maslak al-Mufridin; dengan terjemahannya sendiri; Pegangan bagi yang Berkehendak Menjalani Jalan Orang yang Menggunakan Dirinya. Dalam karya ini diterangkannya tentang tasawuf yang dikembangkannya itu. Dzikir dengan mengucap La Illah pada masa-masa tertentu merupakan pokok pangkal tarikat ini. Kitab tersebut terdiri atas tujuh faedah dan bab. Sesudah faedah yang ketujuh diberinya khatimah yang berisi silsilah. Di samping memberi penjelasan tentang ajaran Abdur-Rauf, silsilah ini juga memberikan gambaran di mana dengan cara apa para ulama dan para pengarang besar Melayu lainnya mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam kitab ini pula ia menyebut telah berada selama 19 tahun di negeri Arab.
b. Mir’at al-Tullab fi Tashil Ma’rifat al-Ahkam al-Syar’iyah li’l-Malik al-Wahab. Dalam kitab ini disebutkan bahwa ia mengarang atas perintah Sultanah Tajul-Alam Safyaituddin Syah. Isinya tentang ilmu fikih menurut mazhab Syafi’i. Ilmu mu’amalat yang tidak dibicarakan dalam Sirat al-Mustaqim karangan Nuruddin ar-Raniri, ditulis disini.
c. Kifayat al-Muhtajin ila Suluk Maslak Kamal al-Talibin. Dalam karya ini disebutkan, bahwa ia diperintahkan oleh Sultanah Tajul-Alam. Isi kitab ini tentang ilmu tasyawuf yang dikembangkan oleh Abdur-Rauf.
d. Mau’izat al-Badi’ atau al-Mawa’ith al-Badi’ah. Karya ini terdiri atas 50 pengajaran dan ditulis berdasarkan Al Qur’an dan Hadits, ucapan para sahabat Nabi Muhammad saw serta ulama-ulama besar.
e. Tafsif al-Jalalain, Abdur-Rauf juga telah menterjemah sebagian teks dari Tafsir al-Jalalain, surah 1 sampai dengan 10.
f. Tarjuman al-Mustafiq, merupakan saduran dalam bahasa Melayu dari karya bahasa Arab.
g. Syair Ma’rifat, Syair ini terdapat dalam naskah Oph 78, perpustakaan Leiden, yang disalin pada 28 Januari 1859 di Bukit Tinggi.
Dalam bidang tafsir Al-Qur’an, as-Sinkili memang bertekad untuk menulis tafsir terlengkap berbahasa Melayu. Sebelum Tarjumân al-Mustafîd memang telah ada sepenggal tafsir atas Surah al-Kahfi yang ditulis pada masa Hamzah al-Fansuri. Namun sayang, tidak diketahui secara pasti siapa penulisnya.
Meski as-Sinkili tidak menorehkan angka tahun untuk penyelesaian Tarjumân al-Mustafîd, namun diyakini tafsir ini ditulis selama masa karirnya yang panjang di Aceh pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Tafsir ini tercatat sebagai tafsir paling awal yang ditulis secara lengkap. Karena itulah, sangat wajar jika tafsir ini beredar luas di wilayah Melayu-Indonesia. Bahkan edisi cetaknya juga tersebar di komunitas Melayu di Afrika Selatan.
Hal lain yang tidak kalah penting, bahwa edisi cetaknya yang tidak hanya diterbitkan di Penang, Singapura, Jakarta, dan Bombay, tetapi juga di Timur Tengah. Di Istanbul, tafsir ini diterbitkan oleh Mathba’ah al-Utsmaniyyah pada 1302/1884. Kemudian tafsir ini juga diterbitkan di Kairo oleh Sulaiman al-Maragi, dan di Mekkah oleh al-Amiriyyah. Di Jakarta sendiri tafsir ini diterbitkan pada tahun 1981.
4. Peran Abdurrauf Singkel dalam mensyiarkan Islam di Indonesia
a. Menjadi pelajar yang gigih
b. Menjadi ulama yang produktif dalam pelbagai disiplin ilmu.
c. Membuat karya tulis dalam berbagai disiplin ilmu bidang ilmu-sastra, hukum, filsafat, dan tafsir
5. Keteladanan yang dapat diambil dari Abdurrauf Singkel
a. Semangat tinggi dalam belajar (beliau menuntut ilmu sampai ke Tanah Haram)
b. Ulama yang sangat produktif. Sebagai buktinya 30 kitab telah dihasilkan dari pelbagai disiplin ilmu
c. Ahli dalam berbagai disiplin ilmu sebagai buktinya adanya karya tulis lebih kurang dua puluh buah dalam berbagai bidang ilmu-sastra, hukum, filsafat, dan tafsir
B. Muhammad Arsyad al-Banjari
1. Biografi
Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang lahir di Lok Gabang, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan, 17 Maret 1710 – meninggal 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun) adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Beliau pengarang Kitab Sabilul Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi para pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.
2. Silsilah keturunan
Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq, berpendapat bahwa ia merupakan keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.
Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
3. Riwayat masa kecil
Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, diceritakan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
4. Pendidikan
Muhammad Arsyad al-Banjari lahir pada malam Kamis, pukul 3.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H/17 Mac 1710 M, wafat pada 6 Syawal 1227 H/3 Oktober 1812 M. Pendidikannya ketika kecil tidak begitu jelas, tetapi pendidikannya dilanjutkan ke Mekkah dan Madinah. Sangat populer bahwa beliau belajar di Mekkah sekitar 30 tahun dan di Madinah sekitar 5 tahun. Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut oleh hampir semua penulis ialah Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis, yang terakhir ini menjadi menantu beliau. Gurunya pula yang banyak disebut ialah Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Madani. Selama belajar di Mekkah Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari tinggal di sebuah rumah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Rumah tersebut terletak di kampung Samiyah yang disebut juga dengan Barhat Banjar. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan kawan-kawannya selain belajar kepada ulama-ulama bangsa Arab, juga belajar kepada ulama-ulama yang berasal dari dunia Melayu. Di antara guru mereka yang berasal dari dunia Melayu ialah: Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok al-Fathani, Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, dan masih banyak lagi.
5. Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut. Hasil perkawinan tersebut ialah seorang putri yang diberi nama Syarifah.
Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannya hasrat hatinya itu kepada istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya isterinya mengabulkan niat suci suaminya dan mendukung dalam meraih cita-citanya. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian air mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu, di antara guru beliau adalah:
a. Syekh ‘Athoillah bin Ahmad al-Mishry,
b. al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi 3.
c. al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir merupakan guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannya Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penantiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya Martapura, pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.
Akan tetapi Sultan Tahlilullah yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada saat itu memerintah Kesultanan Banjar, beliau sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar. Aktifitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’.
6. Pengajaran dan bermasyarakat
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.
Di samping mendidik, beliau juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab pegangan pada waktu itu, tidak hnaya di seluruh Kerajaan Banjar tetapi sampai ke seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.
7. Karya-karyanya
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya "Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya:
a. Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Dua puluh,
b. Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
c. Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
d. Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
Sudah menjadi tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekkah, mereka juga menulis kitab di Mekkah. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercaya mengajar di Mekkah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Beliau nampaknya lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah olah tanggungjawab rakyat Banjar berada dipundaknya. Ketika pulang ke Banjar, beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam.
8. Peran Muhammad Arsyad al-Banjari dalam perkembangan Islam di Indonesia
Di antara peran Muhammad Arsyad al-Banjari:
a. Sebagai orang yang gigih dalam menuntut ilmu sampai ke Mekkah dan Madinah
b. Sebagai pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.
c. Mensyiarkan Islam sampai ke Asia Tenggara.
9. Keteladanan yang dapat diambil dari Muhammad Arsyad al-Banjari
Teladan yang dapat diambil dari Muhammad Arsyad al-Banjari antara lain :
a. Semangat tinggi dalam menuntut ilmu.
b. Rajin dalam menulis buku
c. Mensyiarkan Islam sampai ke Asia Tenggara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar