HUKUM MEMBACA USHALLI DALAM SHOLAT
sumber berbagi : Tedisobandi.blogspot.co.id
Maksud daripada “ushalli” adalah melafadhkan niat (membaca niat) sesaat sebelum takbir. Ada orang lain yang menamai ini dengan “Talaffudh binniyyat” ya’ni mengucapkan lafadh dengan lisan.
Membaca ushalli itu bukanlah niat, karena niat itu terletak di dalam hati bukan di lidah, dan pula memabaca ushaali ini terdahulu sesaat daripada takbir.
Membaca ushalli itu bukanlah niat, karena niat itu terletak di dalam hati bukan di lidah, dan pula memabaca ushaali ini terdahulu sesaat daripada takbir.
Jadi, tidak cukup kalau sembahyang hanya membaca ushalli tanpa mendatangkan niat dalam hati pada ketika takbir.
Tidak ada larangan mengucapkan niat |
Dibawah ini beberapa uraian dalam kitab-kitab fiqih mazhab Imam Syafi;I :
1. Tersebut dalam kitab “Minhaj”, karangan Imam Nawawi Raimahullah, seorang ulama besar dalam lingkungan mazhab Imam Syafi’I, yang berpangkat dengan “Mujtahid Fatwa” :
والنية بالقلب ويندب النطق قبل التكبير
Artinya : Dan niat itu dalam hati. Sunat mengucapkannya sebelum takbir (Minhaj pada bab Sifat Sembahyang)
Jadi lafadh niat yaitu “ushalli” sunat diucapkan sesaat sebelum takbir, demikian difatwakan oleh imam Nawawi Rahimahullahu.
2. Imam Ibnu Hajar al- Haitami (wafat : 974 H), pengarang kitab “Tuhfah”, yaitu syarah Minhajut Thalibin, begini berkata :
وَيَنْدُبُ النُّطْقُ) بِالْمَنْوِيِّ (قُبَيْلَ التَّكْبِيرِ) لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ وَخُرُوجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ وَإِنْ شَذَّ وَقِيَاسًا عَلَى مَا يَأْتِي فِي الْحَجِّ)
Artinya :” dan sunat mengucapkan apa yang diniatkan, sesaat sebelum takbir, gunanya supaya lisan dapat menolong hati, juga karena ada orang yang mewajibkannya, ddan pula dikiaskan kepada apa yang terjadi dalam mengerjakan haji (Tuhfatul Muhtaj, Juz II, hal. 12).
Syeikh Ibnu Hajar al Haitami, seorang ulama fiqih besar dalam lingkungan mazhab syafi’I, pengarang kitab tuhfah yang terkenal mengatakan, bahwa membaca ushalli itu sunnat hukumnya, berdasarkan :
a. Supaya bacaan itu dapat menolong hati, ya’ni bacaan itu bisa dapat menyegarkan hadirnya niat kedalam hati pada ketika membaca takbir.
b. Ada ulama yang mengatakan wajib ber ushalli itu, maka kita supaya jangan berjauhan sangat dengan pendapat ulama tersebut, disunnatkan berushalli bagi kita.
c. Qiyas ya’ni dikiaskan kepada ibadat haji, dimana nabi memerintahkan agar lafadh niat itu dibaca.
b. Ada ulama yang mengatakan wajib ber ushalli itu, maka kita supaya jangan berjauhan sangat dengan pendapat ulama tersebut, disunnatkan berushalli bagi kita.
c. Qiyas ya’ni dikiaskan kepada ibadat haji, dimana nabi memerintahkan agar lafadh niat itu dibaca.
3. Berkata Imam Ramli (wafat : 1004 H), pengarang kitab fiqih besar “Nihayatul Muhtaj”, begini :
وَيُنْدَبُ النُّطْقُ) بِالْمَنْوِيِّ (قُبَيْلَ التَّكْبِيرِ) لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنْ الْوَسْوَاسِ وَلِلْخُرُوجِ مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ)
Artinya :”sunat mengucapkan apa yang diniat itu (membaca ushalli) sesaat sebelum takbir, gunanya supaya lidah dapat menolong hati, untuk menjauhkan penyakit was was dan jangan terlalu jauh dari ulama yang menfatwakan wajibnya (Nihayatul Muhtaj Juz I hal 457).
Imam Ramli menambah satu unsure lagi untuk pengukuhan pembacaan ushalli, yaitu ushalli itu dapat menjauhkan was was yang mengganggu, sehingga cepat yakin yang bahwa niat itu benar-benar sudah masuk ke dalam takbir.
4. Imam Khatib Syarbaini (wafat :997 H) mengatakan dalam Mughni Al-Muhtaj, sebuah kitab fiqih mazhab syafi’I yang terkenal, begini :
وَيُنْدَبُ النُّطْقُ) بِالْمَنْوِيِّ (قُبَيْلَ التَّكْبِيرِ) لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنْ الْوَسْوَاسِ)
Artinya :”dan sunat mengucapkan apa yang diniatkan sesaat sebelum takbir, gunanya supaya bacaan itu dapat menolong menyegerakan niat ke dalam hatidan juga untuk menjauhkan dari penyakit was was (Mughni Juz I hal. 150).
Beliau ini menfatwakan juga, bahwa membaca ushalli itu sunnat hukumnya, gunanya adalah untuk segera masuk niat ke dalam hati dan juga untuk menjauhkan was was.
5. Tersebut di dalam kitab fiqih “Fathul Wahab” karangan Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari (wafat : 926 H), begini :
Artunya :”dan sunat juga apa yang hendak diniatkan, supaya bacaan bisa menolong hati (Fathul Wahab Jilid I hal. 38).
6. Tersebut dalam kitab fiqih “Fathul Mu’in”, karangan Syaikh Zainuddin Al-Malibari, begini :
وسن نطق بمنوي قبل التكبير ليساعد اللسان القلب وخروجا من خلاف من أوجبه
Artinya :”dan sunat mengucapkan apa yang diniatkan sebelum takbir, gunanya supaya bacaan dapat menolong hati, dan supaya jangan terlalu jauh daripada fatwa orang yang berpendapat wajib mengucapkan ushalli (Fathul Mu’in Fasal Sifat Sembahyang).
Demikianlah 6 kutipan nash dari kitab-kitab fiqih mazhab syafi’I yang diakui oleh dunia islam kesyafi’iyahannya menetapkan bahwa membaca ushalli itu sunnat hukumnya, ada gunanya dan berpahla bila dikerjakan.
Kalau kita buka kitab-kitab fiqih mazhab syafi’I yang mu’tamad, semuanya menfatwakan bahwa melafadhkan niat sesaat sebelum takbir sunnat hukumnya.
Beliau-beliau itu semuanya ulama besar ikutan ummat, dan pewaris nabi dalam segala amal dan tindakannya, sehingga tidak masuk akal lagi bahwa beliau-beliau akan khilaf berfatwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar